ARTIKEL-Rumput, Halaman, dan Bahasa
Kehidupan
di dunia ini tumbuh dalam satu wadah bernama ekosistem. Di dalam ekosistem
terdapat hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Ekosistem dapat dikatakan utuh apabila terdapat komponen hidup (biotic) dan tak hidup (abiotik). Salah satu unsur biotik yang
banyak tumbuh pada ekosistem adalah rumput.
Meskipun
rumput bukanlah tanaman perintis, namun rumput dapat hidup di banyak tempat.
Jenis rumput pun beraneka ragam. Ada jenis rumput yang hidup di air dan
sebagian besar tumbuh di permukaan tanah. Selama air di sekitar tanaman ini
mencukupi, rumput akan tumbuh subur.
Ekosistem
darat sendiri terbagi menjadi beberapa daerah (biorama). Di wilayah bercurah
hujan rendah (25cm/tahun) terdapat biorama gurun. Biorama padang rumput
terdapat di dataran tropis dan subtropics dengan curah hujan 25-30 cm per
tahun. Sementara daerah dengan curah hujan 200-225 cm per tahun disebut biorama
hutan basah. Pada daratan beriklim sedang dengan curah hujan merata sepanjang
tahun dinamai biorama hutan gugur. Belahan bumi utara memiliki dua macam
biorama, yaitu birama taiga dan biorama tundra.
Tanaman rumput sendiri dapat tumbuh di semua biorama dengan bentuk
beragam menyesuaikan tempat hidupnya.
Biasanya,
rumput dikenal sebagai tanaman pengganggu karena ia menyerap humus dan menyebar
zat racun untuk menghalangi pertumbuhan tanaman lain. Namun, tidak semua rumput
itu merugikan. Ada beberapa manfaat yang bisa didapat dari beberapa jenis
tertentu tanaman ini. Di antaranya sebagai makanan hewan atau penghias di
halaman rumah.
Rerumputan
yang tumbuh di halaman memerlukan perawatan rutin. Sederhana saja,cukup dengan
memangkasnya agar terlihat rapi. Meskipun demikian, kelalaian dalam merawat
rumput bisa menjadikan rumah tidak sedap dipandang.
Rumput di rumah tetangga lebih
hijau dari rumput di halaman sendiri
Peribahasa
tersebut telah lama digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Entah siapa
pencetusnya, peribahasa tersebut benar-benar bisa menggambarkan sifat manusia
yang tidak pernah merasa puas dengan dirinya. Rumput di halaman rumah tetangga
dengan rumput di halaman rumah sendiri sama. Perbedaannya tentu bukan pada
tempatnya melainkan lebih kepada penyikapan/perawatannya.
Halaman
yang dipegang oleh seorang yang rajin, seluas dan sebanyak apapun akan
dirapikan dengan baik. Ataupun tetangga dengan petak rumput yang lebih sempit
dari milik pribadi akan tetap tampak lebih indah jika pribadinya sibuk melirik
ke sebelah dan mengabaikan apa yang ada di hadapannya. Maka perlu kesadaran
untuk membalikkan pandangan dari tempat tetangga pada rumah sendiri.
Rumput dan Bahasa
Sebagaimana
rumput yang bisa tumbuh di mana-mana,bahasa pun bisa tumbuh dan berkembang.
Selama ada orang yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, di sana ia
ada. Di kota besar maupun di pedalaman atau bahkan di puncak gunung.
Keragaman
wilayah, keragaman penghuni membuat bahasa menjadi beragam pula. Baik secara
struktur, pengucapan, maupun penggunaan. Penggunaan kata bujang, misalnya. Di
wilayah Sumatra bagian barat dan Utara, bujang adalah sebutan untuk monyet
pemetik kelapa. Sementara di dalam Bahasa Indonesia, kata bujang digunakan
untuk menyebut orang yang tidak menikah.
Keanekaragaman
bahasa antar wilayah dapat juga menumbuhkan anggapan bahasa di wilayah lain
lebih indah dari bahasa yang digunakan dari daerah sendiri. Biasanya hal ini
dipicu oleh tingkat pemakaian bahasa tersebut. Semakin luas daerah yang
menggunakan bahasa tersebut, maka semakin tinggi nilai suatu bahasa. Dikenallah
bahasa universal sebagai bahasa yang diakui sebagai alat komunikasi
antarbelahan dunia.
Saat
ini Bahasa Inggris masih menjadi bahasa
universal nomor satu di atas Bahasa Mandarin. Sesuai dengan kekuatan ekonomi
negara pencetusnya, Bahasa Inggris justru bukan asli dari Negara Inggris
melainkan Amerika. Karena itu Bahasa Inggris banyak diajarkan di berbagai
Negara. Bahkan masuk ke dalam kurikulum pengajaran dari pendidikan dasar hingga
perguruan tinggi.
Hal
tersebut dapat memicu berkurangnya kebanggaan menggunakan bahasa nasional
bahkan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi beberapa sekolah yang
ingin menyamakan tingkat dengan sekolah internasional menerapkan penggunaan
Bahasa Inggris lebih banyak daripada Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Sekali lagi peribahasa “rumput di rumah tetangga lebih hijau dari rumput di
halaman sendiri” benar-benar terpakai. Maka,untuk mebalikkan peribahasa
tersebut, perlu ditanamkan pada tiap individu kesadaran untuk mencintai bahasa
sendiri. Jadi Bahasa Indonesia bisa berkembang dan bukan tidak mungkin dijadikan
bahasa universal selama bangsanya mau memperkenalkan ke segenap penjuru dunia.
-***-
Komentar
Posting Komentar